Seorang anak kecil
berjalan tertatih, tampak keletihan setelah berkali-kali berputar, mengitari
ruang berbentuk kotak berukuran 3 x 3 meter. Entah bagaimana caranya dia bisa
terjebak di dalamnya, padahal tak satupun jendela bahkan pintu tampak di sekeliling
lapisan tipis yang tak bisa didefinisikan sebagai sebuah tembok.
Matanya berkaca-kaca
ketika mulutnya lelah meneriakkan kata ‘tolong’ dan ‘aku di sini’. Sesekali
mulutnya tampak meniup telapak tangannya yang terlihat agak kemerahan. Tangan
mungilnya sejak beberapa waktu lalu tak berhenti memukul-mukul lapisan tipis di
sekitarnya. Mungkinkah benar lapisan itu tipis? Nyatanya benda dengan warna
abu-abu terang dan sedikit transparan itu mampu membuat tangannya sakit.
Berpikir tak ada lagi
yang bisa dilakukannya, dia lebih memilih untuk meringkuk di salah satu sudut
kotak, menahan rasa perih yang terasa menggerus perutnya. Sudah berapa lama tak
ada makanan maupun setetes cairan yang melewati tenggorokannya dan membuat organ
pencernaannya tenang untuk sedetik saja? Sampai urusan perut pun dia tak ingat.
Poni tebal yang
menutupi sebagian besar dahinya tampak terlalu kusut, karena mungkin sudah
terlampau lama tak tersentuh oleh sisir. Rambut sebahunya tak lagi hitam kelam,
namun samar-samar masih terlihat kilauan dari tiap helainya. Benarkah itu
kilauan dari rambutnya, ataukah rambutnya berubah menjadi alat pemantul dari
cahaya yang datang menembus lapisan tipis di sekitarnya?
Setelah lama meringkuk
tanpa bisa melakukan satu hal pun, terdengar isakan pelan yang lama-lama
berubah menjadi sesenggukan agak keras. Matanya nanar menatap segerombolan anak
kecil lainnya di luar kotak sedang memegang permen kapas warna merah muda yang
tampak menggiurkan sambil sesekali memegang tangan satu sama lain dan tertawa
lepas. Di belakang gerombolan anak tadi, tampak dua orang anak berseragam putih
merah, laki-laki dan perempuan yang terlihat seperti kakak adik karena anak
laki-lakinya terlihat lebih tua dan sedang menggandeng tangan anak perempuan
yang lebih kecil dari si laki-laki. Salah satu tangan anak perempuan itu yang
bebas dari gandengan si laki-laki tampak memegang erat stik es krim berwarna
cokelat seolah-olah benda tersebut adalah barang yang sangat berharga. Si anak
kecil di dalam kotak tak berkedip ketika matanya menelusuri pemandangan yang
dilihatnya, lidah kecil dan agak pendek milik anak perempuan di luar kotak
berkali-kali menjilati ujung es krim yang dipegangnya dan ketika dia tergesa
mengejar ketertinggalan karena langkah kecilnya tak mampu mengimbangi langkah
kaki kakaknya, tampak tetesan warna cokelat jatuh di baju putihnya dan mereka
berhenti seketika. Si kakak melotot ke arah adiknya yang malah tampak tersenyum
lebar seolah berkata ‘aku tak sengaja’. Kapan terakhir kali si anak di dalam
kotak itu menikmati momen bebas memakan es krim batangan, dirinya sendiri
terlihat lupa.
Beberapa saat
setelahnya, burung camar tampak terbang rendah, cahaya jingga dari matahari
sore menerpa wajah seorang wanita berumur 30 tahunan dan membuatnya membuka
mata dan dalam sekejap duduk tegak di sebuah bangku taman di pinggir pantai
berpasir putih. Dirinya tampak kebingungan, menolehkan kepala ke sekelilingnya
dan tidak mendapati keramaian yang baru saja diyakininya ada dan disaksikannya.
Yang tersisa hanya dirinya sendiri serta selembar sketsa tergeletak di
sampingnya, menggambarkan seorang anak kecil meniup cairan sabun dan
gelembung-gelembung air di sekitarnya.
No comments:
Post a Comment