"Kamu mau ke mana, Na? Jangan lari terus, nanti terpeleset."
Suara itu masih terdengar jelas hingga Nada semakin menjauh. Ia tak menoleh, dan juga tak berhenti untuk menjawab pertanyaan Nova. Langkahnya terus dipercepat, seolah bersaing dengan tetesan air yang semakin kerap jatuh dari langit, dan mengiringi cairan hangat yang mengalir membasahi pipinya. Tangannya beberapa kali berusaha mengusap pipinya dan nampaklah jelas kalau tangannya bergetar.
Nada tak menyadari sudah berapa jauh ia berlari, dan rinai gerimis sudah menjelma menjadi guyuran hujan deras. Rok selutut yang tadinya mengembang tertiup angin ketika ia berlari, kini basah kuyup dan menempel ketat di tubuhnya. Baju biru benhur yang ia kenakan juga tak kalah basahnya.
Seketika langkahnya terhenti saat ia melihat pohon bougenville dengan daunnya yang rimbun di sisi kanan jalan. Dalam hati Nada bergumam, mungkin pohon itu bisa dijadikan tempat buat berteduh. Dan ia pun berjalan pelan, mencoba mencari posisi di antara dahan-dahan pohon bougenville yang menjulur ke mana-mana. Ia menoleh ke arah kanan-kiri, tak tampak seorangpun yang terlihat.
Isak tangisnya tak juga berhenti bahkan sampai hujan deras kembali berubah menjadi rinai gerimis. Angin sepoi menerpa beberapa bunga bougenville merah yang bergerak-gerak tepat di depan wajahnya. Tanpa diperintah jemari tangan kanannya meraih beberapa gerombol bunga yang sedikit basah. Ia berusaha menarik bunga itu dari dahannya. Namun tiba-tiba rasa perih menjalari jari manisnya, dan Nada meneriakkan kata 'aduh'. Dengan sedikit sentakan ia menarik kembali jemarinya. Ujung jari manisnya berdarah. Mungkin terkena duri. Ia menghisap jarinya, berharap perihnya segera menghilang.
Hampir dua jam Nada diam di antara dahan-dahan bougenville. Ia enggan pulang. Ia masih belum sanggup untuk kembali tersenyum dan tertawa. Sejenak ia memejamkan mata dan menengadahkan wajahnya ke arah langit. Ia menarik napas dalam dan perlahan menghembuskan udara segar yang memenuhi paru-parunya. Ia menahan agar air matanya tak lagi keluar. Yang ia butuhkan saat ini adalah penguatan. Ia harus bisa menguatkan hatinya sendiri. Mungkin setelah ini hidupnya akan terasa berbeda. Namun ia tak boleh lemah. Ia harus bisa bertahan dan terus tumbuh normal layaknya anak seusianya yang baru berumur 10 tahun.
Dengan langkah gontai Nada berjalan pulang. Dan mungkin sejak itulah ada selapis benteng yang mengelilingi hati. Mungkin jika ia dewasa kelak, ia akan tumbuh menjadi wanita yang keras hatinya, karena sesungguhnya ia tak ingin membiarkan seorangpun tahu betapa rapuhnya dirinya.
"Setiap momen yang tercipta tak mungkin terlupa begitu saja,
Momen bahagia mungkin akan dengan mudah diingat,
Namun momen sedih yang melukai hati seorang bocah tak perlu upaya kuat untuk diingat,
Dengan sendirinya luka itu akan terus terasa,
Bahkan jika mungkin datang kebahagiaan sekalipun,
Dibutuhkan jiwa yang besar untuk menerima dan menghapus perihnya."
Cha,
Rembang, 16 November 2014
No comments:
Post a Comment