Listen and Download: Tears and Rain by James Blunt

Monday, June 17, 2013

Sebuah Gelembung


Seorang anak kecil berjalan tertatih, tampak keletihan setelah berkali-kali berputar, mengitari ruang berbentuk kotak berukuran 3 x 3 meter. Entah bagaimana caranya dia bisa terjebak di dalamnya, padahal tak satupun jendela bahkan pintu tampak di sekeliling lapisan tipis yang tak bisa didefinisikan sebagai sebuah tembok.

Matanya berkaca-kaca ketika mulutnya lelah meneriakkan kata ‘tolong’ dan ‘aku di sini’. Sesekali mulutnya tampak meniup telapak tangannya yang terlihat agak kemerahan. Tangan mungilnya sejak beberapa waktu lalu tak berhenti memukul-mukul lapisan tipis di sekitarnya. Mungkinkah benar lapisan itu tipis? Nyatanya benda dengan warna abu-abu terang dan sedikit transparan itu mampu membuat tangannya sakit.

Berpikir tak ada lagi yang bisa dilakukannya, dia lebih memilih untuk meringkuk di salah satu sudut kotak, menahan rasa perih yang terasa menggerus perutnya. Sudah berapa lama tak ada makanan maupun setetes cairan yang melewati tenggorokannya dan membuat organ pencernaannya tenang untuk sedetik saja? Sampai urusan perut pun dia tak ingat.

Poni tebal yang menutupi sebagian besar dahinya tampak terlalu kusut, karena mungkin sudah terlampau lama tak tersentuh oleh sisir. Rambut sebahunya tak lagi hitam kelam, namun samar-samar masih terlihat kilauan dari tiap helainya. Benarkah itu kilauan dari rambutnya, ataukah rambutnya berubah menjadi alat pemantul dari cahaya yang datang menembus lapisan tipis di sekitarnya?

Setelah lama meringkuk tanpa bisa melakukan satu hal pun, terdengar isakan pelan yang lama-lama berubah menjadi sesenggukan agak keras. Matanya nanar menatap segerombolan anak kecil lainnya di luar kotak sedang memegang permen kapas warna merah muda yang tampak menggiurkan sambil sesekali memegang tangan satu sama lain dan tertawa lepas. Di belakang gerombolan anak tadi, tampak dua orang anak berseragam putih merah, laki-laki dan perempuan yang terlihat seperti kakak adik karena anak laki-lakinya terlihat lebih tua dan sedang menggandeng tangan anak perempuan yang lebih kecil dari si laki-laki. Salah satu tangan anak perempuan itu yang bebas dari gandengan si laki-laki tampak memegang erat stik es krim berwarna cokelat seolah-olah benda tersebut adalah barang yang sangat berharga. Si anak kecil di dalam kotak tak berkedip ketika matanya menelusuri pemandangan yang dilihatnya, lidah kecil dan agak pendek milik anak perempuan di luar kotak berkali-kali menjilati ujung es krim yang dipegangnya dan ketika dia tergesa mengejar ketertinggalan karena langkah kecilnya tak mampu mengimbangi langkah kaki kakaknya, tampak tetesan warna cokelat jatuh di baju putihnya dan mereka berhenti seketika. Si kakak melotot ke arah adiknya yang malah tampak tersenyum lebar seolah berkata ‘aku tak sengaja’. Kapan terakhir kali si anak di dalam kotak itu menikmati momen bebas memakan es krim batangan, dirinya sendiri terlihat lupa.

Beberapa saat setelahnya, burung camar tampak terbang rendah, cahaya jingga dari matahari sore menerpa wajah seorang wanita berumur 30 tahunan dan membuatnya membuka mata dan dalam sekejap duduk tegak di sebuah bangku taman di pinggir pantai berpasir putih. Dirinya tampak kebingungan, menolehkan kepala ke sekelilingnya dan tidak mendapati keramaian yang baru saja diyakininya ada dan disaksikannya. Yang tersisa hanya dirinya sendiri serta selembar sketsa tergeletak di sampingnya, menggambarkan seorang anak kecil meniup cairan sabun dan gelembung-gelembung air di sekitarnya.   

Wednesday, June 12, 2013

Keseimbangan yang Tak Setimbang

Kebutaan.

Aku buta, mereka buta,

Dunia menjadi gelap.

Tak ada lagi napas kehidupan,

Tak ada lagi aura keceriaan,

Hanya nyanyian jangkrik tersisa.

Semut tak lagi berebut penghidupan dengan aku dan mereka,

Katak tak takut lagi berdendang sambil menampakkan diri,

Kupu-kupu kembali menikmati warna-warni padang rumput dan bunga.

Meski tak setimbang,

Namun yang lain itu tetap terjaga,

Tanpa campur tanganku dan mereka.

Sisi lain dari alam ini menemukan kebahagiaan tanpa keegoisanku dan mereka,

Hingga saat ku dapatkan lagi penglihatan,

Aku tersenyum,

Mendapati warna-warni hidup yang berbeda.

Thursday, June 6, 2013

MANFAAT MEMBACA


Quote: Buku adalah sahabat yang tak kan menyakitimu, teman yang tak kan membuatmu bosan (NF).

Selain bisa menambah wawasan, ada banyak manfaat yang dapat kita ambil ketika kita membaca buku. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari membaca buku.

1.      Membaca dapat mengusir perasaan was-was, kecemasan, dan kesedihan.

2.   Membaca dapat menjauhkan kemungkinan seseorang untuk berhubungan dengan orang-orang yang menganggur dan tidak memiliki aktivitas.

3.      Membaca dapat melatih lidah untuk berbicara dengan baik dan menjauhkan kesalahan ucapan.

4.      Membaca dapat mengembangkan akal, mencerahkan pikiran, dan membersihkan hati nurani.

5.      Membaca dapat meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan daya ingat serta pemahaman.

6. Membaca dapat mematangkan kemampuan seseorang untuk mencari dan memproses pengetahuan, mempelajari bidang-bidang pengetahuan yang berbeda, dan penerapannya di kehidupan nyata.

7.  Membaca dapat membantu pikiran agar lebih tenang, membuat hati agar lebih terarah, dan memanfaatkan waktu luang agar tak terbuang percuma.

8.   Membaca dapat membantu memahami proses terjadinya kata secara lebih detail serta proses pembentukan kalimat, agar bisa menangkap konsep dan memahami isi dari sebuah tulisan.

Tentang Mimpi Itu


“Aku mau jadi dokter...”

“Aku mau jadi pilot...”

“Aku mau jadi pramugari...”

Suara puluhan anak kecil itu kembali menggema di telingaku, ketika ku ingat lagi kenangan yang telah lama melekat di benakku. Cita-cita, itulah topik yang sedang dibicarakan dan ditanyakan oleh seorang guru di sebuah Sekolah Dasar tempatku belajar 17 tahun lalu.

Kadang kala aku tetap masih ingin tertawa jika mengingatnya, meskipun tak jarang juga ingin menangis. Aku tak sama dengan kebanyakan anak-anak kecil lainnya, aku tak mempunyai mimpi dan cita-cita yang sama dengan mereka. Aku ingin menjadi pengarang. Pengarang sebuah cerita yang disatukan dalam bentuk buku.
Adakah yang salah dengan mimpiku?

Pertanyaan itu terus menggelayuti pikiranku selama puluhan tahun, hingga akhirnya setelah aku mampu berlogika secara realistis, aku tahu mengapa sebagian besar orang dewasa menganggap mimpiku sebagai sebuah kesalahan. Sekali lagi, semua bersumber dari sebuah prospek dan masa depan, suatu hal yang belum aku pedulikan kala itu, waktu usiaku belum genap 6 tahun.

Tumpukan puluhan buku, majalah, dan koran, mungkin itulah yang memicu diriku untuk terus membaca. Kolom ekonomi di salah satu halaman koran, entah mengapa mampu menarik perhatianku untuk ku baca di usia sekecil itu. Meskipun aku tidak bisa memahami makna bacaan tersebut, aku tetap terus membaca dan membaca setiap hari.

Calon Arang, itulah cerita rakyat yang aku baca pertama kalinya dan aku buat sinopsisnya saat usiaku belum genap 12 tahun. Hikayat Melayu, cerita roman seperti Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Salah Asuhan, dan lainnya, hingga buku Habis Gelap Terbitlah Terang, merupakan sebagian buku yang telah aku habiskan saat berada di Sekolah Menengah Pertama.

Aku membaca, berimaginasi, dan tanpa sadar mencoba untuk menulis, meskipun waktu itu hanya sebatas coretan-coretan cerita picisan yang tak pernah aku coba kirimkan ke media manapun.

Mungkin, jika bukan fiksi, kesempatan itu akan hadir dengan mudah dan tak mungkin ku lewatkan begitu saja. Namun mimpiku adalah hal yang lain, hal yang berbeda dari bayangan mereka.

Aku ingin menciptakan sebuah dunia kecil, dunia yang bisa aku atur sesuai kata hatiku, dan akan terus dikenang oleh mereka yang tak pernah mengerti arti sebuah mimpi bagi seorang anak kecil.

Aku akan terus mengejar, meski waktu juga terus memburuku, mencoba mengalihkanku kepada mimpi-mimpi yang lain.
Menulis adalah jiwa, tanpanya hati akan terasa kering.

Wednesday, June 5, 2013

Tentang Sejumput Asa

Irama ayunan pena dan aroma secangkir cokelat panas akankah berbaur dan mewujud menjadi sebuah kisah yang menggema di antara harmoni yang mengalun lembut?

Ketika menulis tidak bisa lagi menjadi sebuah pilihan, maka aku akan terus mengejar